Tampilkan postingan dengan label Wisata Bandung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Bandung. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Mei 2016

Gedung Sate Bandung - (Kantor Gubernur Jawa Barat)

Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang di antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).

Gedung Sate (ca.1920-28)
 
Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan.

Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.

Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate di antaranya Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa".

D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".

Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto.
Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik.

Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².

Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.

Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.

Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.

Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung.

Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi.

Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru.

Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang di tempati beberapa Biro dengan Stafnya.

Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau dengan menaiki tangga kayu.

Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah.

Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan objek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan history ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus dinaiki.

Keindahan Gedung Sate dilengkapi dengan taman disekelilingnya yang terpelihara dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin.

Khusus di hari minggu lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat sebagian besar masyarakat untuk bersantai, sekadar duduk-duduk menikmati udara segar kota Bandung atau berolahraga ringan.
Membandingkan Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol building) di banyak ibukota negara sepertinya tidak berlebihan. Persamaannya semua dibangun di tengah kompleks hijau dengan menara sentral yang megah. Terlebih dari segi letak gedung sate serta lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington, DC, Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah "Gedung Putih"nya kota Bandung.

Sumber : https://id.wikipedia.org

Objek Wisata Bandung Tempo Doeloe - Jl. Braga

Objek Wisata Bandung Tempo Doeloe - Jl. Braga

Jalan Braga

Jalan Braga adalah nama sebuah jalan utama di kota Bandung, Indonesia. Nama jalan ini cukup dikenal sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda. Sampai saat ini nama jalan tersebut tetap dipertahankan sebagai salah satu maskot dan objek wisata kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java.

Lingkungan

Di sisi kanan kiri Jalan Braga terdapat kompleks pertokoan yang memiliki arsitektur dan tata kota yang tetap mempertahankan ciri arsitektur lama pada masa Hindia Belanda. Tata letak pertokoan tersebut mengikuti model yang ada di Eropa sesuai dengan perkembangan kota Bandung pada masa itu (1920-1940-an) sebagai kota mode yang cukup termasyhur seperti halnya kota Paris pada saat itu. Di antara pertokoan tersebut yang masih mempertahankan ciri arsitektur lama adalah pertokoan Sarinah, Apotek Kimia Farma dan Gedung Merdeka (Gedung Asia Afrika yang dulunya adalah gedung Societeit Concordia). Model tata letak jalan dan gedung gedung pertokoan dan perkantoran yang berada di Jalan Braga juga terlihat pada model jalan-jalan lain di sekitar Jalan Braga seperti Jalan Suniaraja (dulu dikenal sebagai Jalan Parapatan Pompa) dan Jalan Pos Besar (Postweg)('sekarang Jalan Asia-Afrika') yang dibangun oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daendels pada tahun 1811, di depan Gedung Merdeka. 
 
. R. de Vries & Co. 
di Jalan Braga, supermarket pertama di Bandung (1880)
 

Sejarah

Awalnya Jalan Braga adalah sebuah jalan kecil di depan pemukiman yang cukup sunyi sehingga dinamakan Jalan Culik karena cukup rawan, juga dikenal sebagai Jalan Pedati (Pedatiweg) pada tahun 1900-an. Jalan Braga menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda mendirikan toko-toko, bar dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang. Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an muncul toko-toko dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model di kota Paris, Perancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan para warga Bandung khususnya kalangan tuan-tuan hartawan, Hotel Savoy Homann, gedung perkantoran dan lain-lain di beberapa blok di sekitar jalan ini juga meningkatkan kemasyhuran dan keramaian jalan ini.

Namun sisi buruknya adalah munculnya hiburan-hiburan malam dan kawasan lampu merah (kawasan remang-remang) di kawasan ini yang membuat Jalan Braga sangat dikenal turis. Dari sinilah istilah kota Bandung sebagai kota kembang mulai dikenal. Sehingga perhimpunan masyarakat warga Bandung saat itu membuat selebaran dan pengumuman agar "Para Tuan-tuan Turis sebaiknya tidak mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di rumah".

Di beberapa daerah dan kota-kota yang berdiri serta berkembang pada masa Hindia Belanda, juga dikenal nama jalan-jalan yang dikenal seperti halnya Jalan Braga di Bandung seperti Jalan Kayoetangan di kota Malang yang juga cukup termasyhur dikalangan para Turis terutama dari negeri Belanda juga Jalan Malioboro di Yogyakarta dan beberapa ruas jalan di Jakarta. Namun sayangnya nama asli jalan ini tidak dipertahankan atau diubah dari nama sebelumnya yang dianggap populer seperti halnya Jalan Kayoetangan di kota Malang diganti menjadi Jalan Basuki Rahmat.

Sumber : https://id.wikipedia.org

Selasa, 10 Mei 2016

Indahnya Alun-alun dan Masjid Agung Bandung Jawa Barat

Indahnya Alun-alun dan Masjid Agung Bandung Jawa Barat


Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat, yang dulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada tahun 2001 sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda.

Masjid Raya Bandung, seperti yang kita lihat sekarang, terdapat dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan yang lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid serta dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan dapat menampung sekitar 13.000 jamaah.

Lokasi Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung berada di Alun-alun Bandung dekat ruas Jalan Asia-Afrika, pusat Kota Bandung. Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk ditemukan. Tak jauh dari masjid ini, di ruas jalan yang sama berdiri megah Gedung Merdeka dan Hotel Preanger, dua bangunan yang begitu lekat dengan sejarah Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Ruas jalan antara Hotel Savoy Homann dan Gedung Asia-Afrika ini menjadi saksi bisu perjalanan para pemimpin negara negara Asia Afrika yang berjalan kaki dari Hotel Homman tempat mereka menginap ke lokasi konfrensi di Gedung Asia Afrika termasuk untuk sholat di Masjid Agung Bandung dan sebaliknya.

Sejarah Masjid Raya Bandung Jawa Barat

Masjid Raya Bandung Jawa Barat sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812. Masjid Agung Bandung dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat kota sekarang. Masjid ini pada awalnya dibangun dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhlu. Air kolam ini berfungsi juga sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah Alun-Alun Bandung pada tahun 1825.

Setahun setelah kebakaran, pada tahun 1826 dilakukan perombakkan terhadap bangunan masjid dengan mengganti dinding bilik bambu serta atapnya dengan bahan dari kayu. Perombakan dilakukan lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (kini Jalan Asia Afrika). Masjid kecil tersebut mengalami perombakkan dan perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap masjid diganti dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok batu-bata.

Kemegahan Masjid Agung Bandung waktu itu sampai-sampai di-abadikan dalam lukisan pelukis Inggris bernama W Spreat pada tahun 1852. Dari lukisan tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang dan mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale nyungcung. Kemudian bangunan masjid kembali mengalami perubahan pada tahun 1875 dengan penambahan pondasi dan pagar tembok yang mengelilingi masjid.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar Islam lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan seperti pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).

Kemudian pada tahun 1930, perombakan kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid sehingga semakin mempercatik tampilan masjid. Konon bentuk seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung.
Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total di antaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung” menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.

Selain itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk salat para tamu peserta Konferensi Asia Afrika.
Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang dan pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu, lantai dasar tempat salat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.

Jumat, 29 April 2016

Objek Wisata Kebun Binatang Bandung

Objek Wisata Kebun Binatang Bandung

Sejarah Kebun Binatang Bandung


Berbagai wahana rekreasi di Kebun Binatang Bandung
  • Flying fox
  • Taman bermain
  • Kolam untuk perahu dan perahu bebek

Fungsi Kebun Binatang Bandung bagi masyarakat

  • Fungsi kebudayaan. Kebun Binatang Bandung sebagai tempat rekreasi yang di dalamnya terdapat wahana pergelaran seni budaya, tentunya mempunyai fungsi kebudayaan, yaitu dapat menanamkan kesadaran dan rasa cinta tanah air melalui pengamatan dan pemahaman kekayaan budaya, serta pengamatan dan pemahaman kekayaan flora dan fauna.
  • Fungsi pendidikan dan Iptek. Kebun Binatang Bandung merupakan sebuah wahana yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan edukatif untuk menambah pengetahuan dan untuk menghasilkan butir-butir pengetahuan baru yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan masyarakat. Kebun Binatang Bandung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai objek riset atau penelitian di berbagai keilmuan.
  • Fungsi perlindungan dan pelestarian kekayaan alam. Kebun Binatang Bandung sebagai tempat dimana wahana flora dan fauna dikembangkan dan dilestarikan, berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan berbagai satwa flora dan fauna dengan tujuan menjaga kekayaan alam.
  • Fungsi rekreasi. Kebun binatang bandung tentunya mempunyai fungsi sebaga tempat rekreasi bagi masyarakat.

Bandung tak hanya terkenal sebagai kota yang memiliki banyak tempat wisata alam, namun juga sebagai salah satu tempat konservasi dan cagar budaya. Bandung memiliki kebun binatang Bandung, yang merupakan salah satu cagar budaya, cagar alam dan juga merupakan tempat konservasi. Kebun binatang tersebut terletak sangat strategis yaitu diantara kampus terkenal Institut Teknologi Bandung juga sungai cikapundung. Lebih tepatnya lokasinya berada di jalan Kebun Binatang No 6 Taman Sari, Bandung, Jawa Barat.  Kebun binatang Bandung ini telah lama berdiri bahkan telah di resmikan pada tahun 1930 oleh BZP (Bandung Zoological Park) yaitu pada saat Indonesia masih di jajah oleh Belanda, hingga pada tahun 1948 kebun binatang ini banyak mengalami perubahan karena sempat vakum sejak pemerintahan Jepang di Indonesia.

Kebun binatang Bandung memiliki luas sekitar 14 hektar dimana tak hanya satwa yang ada di dalamnya tapi juga beberapa tumbuhan yang sengaja di tanam dan di rawat, selain itu juga terdapat beberapa tempat wisata di dalamnya. Kebun binatang Bandung juga merupakan salah satu tempat di selenggarakanya pentas budaya dan seni oleh pemerintah kota Bandung. Sehingga tak hanya di sebut sebagai kebun binatang, tetapi juga cagar Budaya.

Di kebun binatang Bandung ini terdapat berbagai macam satwa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga yag berasal dari Dunia. Disini pengunjung bisa memberi makan satwa-satwa tersebut dengan syarat makanan tersebut haruslah dari kebun binatang dan atas panduan petugas, hal tersebut di lakukan semata mata untuk mencegah keracunan dari satwa-satwa itu sendiri. Di kebun binatang Bandung ini memiliki 1800 aneka satwa, ada yang di biarkan hidup di alam terbuka dan ada juga yag tinggal di kandang. Tak hanya di hibur dengan berbagai macam satwa yang ada di Kebun Binatang Bandung ini, pengunjung juga bisa menikmati berbagai macam wahana yang tersedia seperti flying fox, kolam renang bahkan tempat bermain anak seperti ayunan, perosotan, tempat memancing dan lain sebagainya.

Bila pengunjung merasa kelalahan ketika berkeliling untuk melihat satwa yang ada di Kebun Binatang Bandung ini, maka mereka bisa menunggang gajah ataupun menunggang unta yag berasal dari gurun pasir, tenang saja hal tersebut tetap dalam pantauan petugas. Selain satwa, disini anda juga bisa melihat berbagai macam jenis tanaman yang memang di budidayakan di sini, tanaman tersebut terdiri dari berbagai jenis dan terdiri dari pohon yag kecil hingga pohon yang besar.

Bagi anda para pecinta foto ataupun selfie dan ingin mendapatkan gambar yang lebih bagus maka anda dapat menyewa salah satu fotografer yang ada di kebun binatang Bandung ini, dari pihak pengelola memang sudah menyediakan beberapa fotografer yang khusus untuk di sewakan bagi para pengunjung. Namun tak masalah jika anda ingin berhemat dan tidak menggunakan jasa fografer, anda bisa mengambil gambar dari kamera hendphone anda sendiri ataupun mungkin dari kamera yang anda bawa.

Tiket masuk di Kebun binatang Bandung ini cukup murah yaitu sekitar Rp 20.000 untuk orang dewasa dan Rp 15.000 untuk anak-anak di atas 3 tahun, bila yang kurang 3 tahun maka tidak di hitung ataupun di gratiskan. Namun, biasanya harga tersebut berubah pada waktu waktu tertentu seperti pada saat hari libur dan akhir pekan.


Kebun Binatang Bandung ini pada awalnya dikenal dengan nama Derenten (dalam bahasa sunda, dierentuin) yang artinya kebun binatang. Kebun Binatang Bandung didirikan pada tahun 1930 oleh Bandung Zoological Park (BZP), yang dipelopori oleh Direktur Bank Dennis, Hoogland. Pengesahan pendirian Kebun Binatang ini diwenangi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan pengesahannya dituangkan pada keputusan 12 April 1933 No.32. Pada saat Jepang menguasai daerah ini, tempat wisata ini kurang terkelola, hingga pada tahun 1948, dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tempat wisata ini.
Pada tahun 1956, atas inisiatif dari Raden Ema Bratakusumah, Bandung Zoological Park dibubarkan dan berganti menjadi Yayasan Marga Satwa Tamansari pada tahun 1957.


Sumber Refernsi :

  • http://www.wisatatiga.com
  • https://id.wikipedia.org


All Rights Reserved. 2014 Copyright PICKER

Powered By Blogger | Published By Gooyaabi Templates Designed By : inigarutku

Top